By: Susi Indariani, STP., MSi (Secretary Division of Collaboration & Networking).
Mutu Tanaman Obat dan Obat Tradisional
Menurut WHO, sekitar 80 % dari penduduk di beberapa negara Asia dan Afrika menggunakan obat tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan. Di banyak negara maju, 70% sampai 80% dari masyarakatnya telah menggunakan beberapa bentuk pengobatan komplementer atau alternatif dan obat herbal. Dengan demikian, obat herbal atau obat tradisional memberikan andil yang cukup besar terhadap kesehatan manusia tidak saja dalam hal melakukan suatu tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap suatu penyakit akan tetapi juga dalam hal menjaga kebugaran, kecantikan dan meningkatkan stamina tubuh. Fenomena perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung kembali ke alam ”back to nature” terjadi karena masyarakat berasumsi bahwa segala sesuatu yang alami lebih terjamin keamanannya, akan tetapi sebenarnya tidak semua yang alami tersebut selalu aman karena diperlukan suatu penelitian ilmiah untuk mengetahui keamanan setiap penggunaan suatu sediaan atau produk, baik yang alami maupun non alami. Selain itu, saat ini, mutu tanaman obat atau obat tradisional tersebut masih ini masih memiliki image yang buruk akibat terjadinya pemalsuan produk herbal di pasaran sehingga dapat mengancam keselamatan konsumen. Oleh karena itu, pencapain tujuan penggunaan obat tradisional ini tergantung pada tersedianya suatu bahan alam atau tanaman obat yang terbukti bermutu, aman dan berkhasiat.
Lemahnya peraturan dan pengawasan mutu dapat mengakibatkan terjadinya hal-hal yang merugikan akibat buruknya kualitas obat herbal atau obat tradisional, khususnya yang akibat terjadinya pemalsuan dengan zat kimia dan /atau terkontaminasi oleh zat atau residu berbahaya. Persyaratan dan metode untuk kontrol kualitas produk jadi obat tradisional, khususnya untuk produk campuran herbal, jauh lebih kompleks daripada obat-obatan lainnya. Kualitas produk dipengaruhi oleh kualitas bahan baku yang digunakan (rimpang, batang, daun, akar, tanaman) dan teknologi pasca panen tanaman obat yang digunakan. Tanaman obat atau obat tradisional yang beredar dipasaran dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan baku mutupun, bisa berubah kualitasnya menjadi tidak sesuai dengan standar akibat teknik penyimpanan, pendistribusian maupun teknik pengemasan yang tidak sesuai sehingga tujuan penggunaan obat bahan alam tidak tercapai atau bahkan mungkin bisa membahayakan.
Untuk menjamin keamanan penggunaan suatu tanaman obat ataupun obat tradisional diperlukan suatu jaminan kualitas (quality assurance) dan pengawasan mutu (quality control). Tanaman obat atau obat tradisional yang bermutu baik, dapat diperoleh dengan adanya standarisasi mulai dari bahan baku herbal atau tanaman obat, standarisasi produk obat tradisional, cara distribusi sampai dosis pemakaian yang efektif. Standarisasi tersebut harus bersifat nasional dan diatur oleh suatu regulasi pemerintah untuk menjamin terlaksananya standar tersebut sehingga akan tercapai jaminan keamanan bagi masyarakat pemakai tanaman obat atau obat tradisional.
Di Indonesia, sudah terdapat beberapa rujukan yang dapat digunakan dalam rangka memperoleh tanaman obat atau obat tradisional yang bermutu seperti Cara Budidaya yang Baik (GAP), Cara Pengumpulan Bahan Baku Obat Tradisional yang Baik (GCP), SNI, Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB, GMP), Cara Analisis Laboratorium yang Baik (GLP), Peraturan Pendaftaran Obat Tradisional dan sebagainya.
Proses penyediaan bahan baku yang bermutu sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan GAP (Good Agricultural Practices) mulai dari penyediaan bibit, prosedur budidaya, pemupukan dan pemeliharaannya sampai masa panen. Proses pengumpulan bahan baku obat tradisional atau pengumpulan tanaman obat, dapat merujuk pada metode analisis secara makroskopis dan mikroskopis yang tercantum dalam Materia Medika Indonesia sedangkan untuk pembuatan ekstrak kental tanaman obat dapat merujuk pada Monograf Ekstrak Tanaman Obat.
Pada skala internasional, terdapat juga beberapa rujukan yang dapat digunakan dalam rangka memperoleh obat tradisional yang bermutu, yaitu beberapa pedoman yang dikeluarkan oleh WHO dan Monograf Tanaman Obat WHO. Akan tetapi rujukan-rujukan tersebut masih sangat terbatas, karena baru membahas beberapa tanaman obat tertentu, masih banyak tanaman obat lainnya yang banyak digunakan oleh masyarakat yang belum dibahas di dalamnya dan yang secara umum baru mengarah kepada hubungan mutu dengan keamanan, sedangkan hubungan antara mutu dengan khasiat masih belum banyak dipelajari lebih jauh akibat keterbatasan sumber daya.
Kualitas tanaman obat tentunya sangat dipengaruhi oleh keamanan dan khasiatnya. Penentuan mutu untuk menjamin keamanan dalam pemakaian tanaman obat lebih mengarah pada pengawasan adanya cemaran dalam tanaman obat atau produk obat tradisional seperti kandungan logam berat, residu pestisida, kandungan mikroba, kandungan bahan asing dan keberadaan tanaman lain yang tidak diinginkan. Sedangkan penentuan mutu untuk menjamin manfaat atau khasiat yang optimum sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat tentunya akan tergantung pada kandungan senyawa bioaktif yang terdapat dalam tanaman atau obat tradisional yang telah terbukti memiliki aktivitas fisiologis tertentu. Kualitas obat tradisional sangat bervariasi karena kandungan senyawa bioaktif sangat dipengaruhi oleh bahan baku atau tanaman obat yang digunakan, dimanan senyawa bioaktif dalam tanaman dipengaruhi oleh berbagai factor intrinsik ataupun ekstrinsik.
Penentuan kualitas atau mutu untuk menjamin khasiat tanaman obat atau obat tradisional yang optimum dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan teknik analisis kimia modern menggunakan HPTLC (High Performance Thin-Layer Chromatography), kromatografi gas (GC), kromatografi cairan kinerja tinggi (High Performance Liquid Chromatography (HPLC)), capillary electrophoresis (CE), mass spectrometry (MS) dan AAS untuk menetapkan spesifikasi dan standar tanaman obat atau obat tradisional. Diharapkan dengan mengetahui sidik jari suatu ekstrak atau tanaman obat referensi yang terbukti secara ilmiah memiliki suatu aktivitas fisilogis, maka dapat diperoleh konsistensi mutu pada setiap tanaman obat atau obat tradisional.
Pedoman penentuan mutu tanaman obat atau sediaan obat tradisional menurut WHO sebagai berikut:
Penentuan Farmaseutikal
Harus mencakup semua aspek penting dalam penilaian mutu obat-obatan herbal atau tradisional. Dapat merujuk pada referensi seperti monografi atau farmakope. Jika tidak tersedia monografi, maka harus dibuat monografi dan ditetapkan sebagai dalam farmakope resmi.
Bahan Baku Tanaman Obat
Meliputi definisi botani, termasuk genus dan spesiesnya, harus ditetapkan untuk memastikan identifikasi yang tepat dari tanaman. Definisi dan deskripsi bagian tanaman yang digunakan (daun, misalnya bunga, akar) harus diuraikan, bersama dengan indikasi penggunaan apakah dalam bentuk segar, kering atau diproses secara tradisional. Senyawa aktif dan karakteristiknya harus ditetapkan dan jika memungkinkan juga menetapkan batasan kadarnya. Bahan asing, kotoran dan kandungan mikroba harus ditetapkan. Voucher spesimen, masing-masing bahan tanaman yang digunakan, harus disahkan oleh lembaga botani atau herbarium dan harus disimpan setidaknya selama periode 10 tahun. Selain itu juga dicantumkan nomor atau kode batch record pada label produk.
Preparasi Tanaman
Preparasi tanaman meliputi pembuatan serbuk, ekstrak, tinktur, lemak atau minyak esensial, jus dan cara produksi lainnya yang melibatkan fraksinasi, pemurnian atau konsentrasi. Prosedur pengolahan harus dijelaskan secara rinci. Jika terdapat zat lain yang ditambahkan selama pengolahan dalam rangka menyesuaikan kadar senyawa aktif atau karakteristik tertentu atau untuk tujuan lain, zat tersebut harus disebutkan dalam prosedur pengolahan. Suatu metode untuk identifikasi senyawa penciri yang merupakan senyawa aktif jika memungkinkan harus ditetapkan. Jika identifikasi senyawa aktif tidak mungkin maka cukup dengan mengidentifikasi karakteristik ekstrak atau campuran ekstrak (misalnya "sidik jari kromatografi") untuk memastikan kualitas yang konsisten.
Produk Akhir/Produk Jadi
Prosedur pengolahan dan formula, termasuk jumlah eksipien, harus dijelaskan secara rinci. Spesifikasi produk jadi harus didefinisikan. Metode identifikasi dan, jika mungkin, kuantifikasi bahan tanaman dalam produk akhir harus didefinisikan. Jika identifikasi senyawa aktif tidak ada maka cukup dengan mengidentifikasi karakteristik ekstrak atau campuran ekstrak (misalnya dengan "sidik jari kromatografi") untuk memastikan konsisten kualitas produk. Produk jadi harus memenuhi umum persyaratan untuk bentuk sediaan tertentu. Untuk produk jadi impor, konfirmasi status regulasi di negara asal harus disertakan.
<susi/ta>
Back to BRC Article.....